Makalah SUKU OSING


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Suku osing adalah suku yang berada di bayuwangi, jawa timur, Orang osing juga di kenal sangat kaya akan produk-produk kesenian. Dalam masyarakat osing, kesenian tradisional masih tetap terjaga kelestariannya, meskipun ada beberapa yang hamper punah. Kesenian pada masyarakat osing merupakan produk adat yang mempunyai relasasi dengan nilai religi dan pola mata pencaharian di bidang pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
Ø  Bagaimana kehidupan keagamaan suku osing ?
Ø  Bagaimana kehidupan social suku osing ?
Ø  Dimana letak wilayah suku osing ?
Ø  Bagaimana asal mula terbentuknya suku osing ?
Ø  Bagaimana kebudayaan suku osing ?
1.3 Tujuan Penulisa
Ø  Untuk mengetahui kehidupan keagamaan suku osing
Ø  Untuk mengetahui kehidupan social suku osing
Ø  Untuk mengetahui wilayah suku osing
Ø  Untuk mengetahui asal mula terbentuknya suku osing
Ø  Untuk mengetahui kebudayaan suku osing

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berdirinya Suku Osing
Sejarah Suku Using diawali pada akhir masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Perang saudara dan pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam terutama Kesultanan Malaka mempercepat jatuhnya Majapahit. Setelah kejatuhannya, orang-orang majapahit mengungsi ke beberapa tempat, yaitu lereng Gunung Bromo (Suku Tengger), Blambangan (Suku Using) dan Bali. Kedekatan sejarah ini terlihat dari corak kehidupan Suku Using yang masih menyiratkan budaya Majapahit. Kerajaan Blambangan, yang didirikan oleh masyarakat osing, adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu. Dalam sejarahnya Kerajaan Mataram Islam tidak pernah menancapkan kekuasaanya atas Kerajaan Blambangan, hal inilah yang menyebabkan kebudayaan masyarakat Using mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan Suku Jawa. Suku Using mempunyai kedekatan yang cukup besar dengan masyarakat Bali, hal ini sangat terluhat dari kesenian tradisional Gandrung yang mempunyai kemiripan ,dan mempunyai sejarah sendiri-sendiri. Kemiripan lain tercermin dari arsitektur bangunan antar Suku Using dan Suku Bali yang mempunyai banyak persamaan, terutama pada hiasan di bagian atap bangunan. Osing juga merupakan salah satu komunitas etnis yang berada di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. Dalam lingkup lebih luas. Dalam peta wilayah kebudayaan Jawa, Osing merupakan bagian wilayah Sabrang Wetan, yang berkembang di daerah ujung timur pulau Jawa. Keberadaan komunitas Osing berkaitan erat dengan sejarah Blambangan (Scholte, 1927). Menurut Leckerkerker (1923:1031), orangorang Osing adalah masyarakat Blambangan yang tersisa. Keturunan kerajaan Hindu Blambangan ini berbeda dari masyarakat lainnya (Jawa, Madura dan Bali), bila dilihat dari adat-istiadat, budaya maupun bahasanya (Stoppelaar, 1927). sebagai kelompok budaya yang keberadaannya tidak ingin dicampuri budaya lain. Penilaian masyarakat luar terhadap orang Osing menunjukkan bahwa orang Osing dengan budayanya belum banyak dikenal dan selalu mengaitkan orang Osing dengan pengetahuan ilmu gaib yang sangat kuat Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771 M. SEJARAH PERANG BAYU ini jarang di ekspos oleh media sehingga sejarah ini seperti tenggelam.
Dalam perkembangan berikutnya, setelah para petinggi Majapahit berhasil hijrah ke Bali dan membangun kerajaan di sana, Blambangan, secara politik dan kultural, menjadi bagian dari Bali atau, seperti yang diistilahkan oleh beberapa sejarawan, “di bawah perlindungan Bali”. Tetapi, pada tahun 1639, kerajaan Mataram di Jawa Tengah juga ingin menaklukkan Blambangan yang meskipun mendapat bantuan yang tidak sedikit dari Bali menelan banyak korban jiwa; rakyat Blambangan tidak sedikit yang terbunuh dan dibuang (G.D.E. Haal, seperti yang dikutip Anderson, 1982; 75). Blambangan tampak relatif kurang memperlihatkan kekuatannya, di masa penjajahan Belanda, ia justru menampilkan kegigihannya melawan dominasi VOC. Perang demi perang terjadi antara rakyat Blambangan melawan kolonial Belanda. Hingga akhirnya memuncak pada perang besar pada tahun 1771-1772 di bawah pimpinan Mas Rempeg atau Pangeran Jagapati yang dikenal dengan perang Puputan Bayu. Perang ini telah berhasil memporak-porandakan rakyat Blambangan dan hanya menyisakan sekitar 8.000 orang (Ali, 1993:20). Meski demikian, tampaknya rakyat Blambangan tetap pantang menyerah. Perang-perang perlawanan, meski lebih kecil, terus terjadi sampai berpuluh tahun kemudian (1810) yang dipimpin oleh pasukan Bayu yang tersisa, yaitu orang-orang yang oleh Belanda dijuluki sebagai ‘orang-orang Bayu yang liar’ (Lekkerker, 1926:401-402; Ali, 1997:9). Setelah dapat menghancurkan benteng Bayu, Belanda memusatkan pemerintahannya di Banyuwangi dan mengangkat Mas Alit sebagai bupati pertama Banyuwangi.
Blambangan memang tidak pernah lepas dari pendudukan dan penjajahan pihak luar, dan pada tahun 1765 tidak kurang dari 60.000 pejuang Blambangan terbunuh atau hilang untuk mempertahankan wilayahnya (Epp, 1849:247). Anderson (1982:75-76) melukiskan bahwa betapa kekejaman Belanda tak bertara sewaktu menguasai Blambangan terutama dalam tahun 1767-1781. Dengan merujuk catatan Bosch yang ditulis dari Bondowoso, Anderson mengatakan: “daerah inilah barangkali satu-satunya di seluruh Jawa yang suatu ketika pernah berpenduduk padat yang telah dibinasakan sama sekali…”.
Pendudukan dan penaklukan yang bertubi-tubi itu ternyata justru membuat rakyat Blambangan semakin patriotik dan mempunyai semangat resistensi yang sangat kuat. Cortesao, seperti yang dikutip oleh Herusantosa (1987:13), dengan merujuk pada Tome Pires, menyebut “rakyat Blambangan sebagai rakyat yang mempunyai sifat “warlike”, suka berperang dan selalu siap tempur, selalu ingin dan berusaha membebaskan wilayahnya dari kekuasaan pihak lain”. Scholte (1927:146) menyatakan:
“Sejarah Blambangan sangat menyedihkan. Suku bangsa Blambangan terus berkurang karena terbunuh oleh kekuatan-kekuatan yang berturut-turut melanda daerah tersebut, seperti kekuatan Mataram, Bali, Bugis dan Makassar, para perampok Cina, dan akhirnya VOC. Tetapi semangat rakyat Blambangan tidak pernah sama sekali padam, dan keturunannya yang ada sekarang merupakan suku bangsa yang gagah fisiknya dan kepribadian serta berkembang dengan pesat, berpegang teguh pada adat-istiadat, tetapi juga mudah menerima peradaban baru”. Rakyat Blambangan, seperti yang disebut-sebut dalam berbagai sumber di atas, itulah yang selama ini dinyatakan sebagai cikal-bakal wong Using atau sisa-sisa wong blambangan.

2.2 Cakupan Wilayah Suku Osing
Suku Using terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur di Indonesia. Kabupaten ini terletak di wilayah ujung paling timur pulau Jawa. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Situbondo. Sebelah timur berbatasan dengan selat Bali. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Jember dan            kabupaten      Bondowoso.
Pelabuhan Ketapang menghubungkan pulau Jawa dengan pelabuhan Gilimanuk di Bali. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi dan merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi yang masih memiliki budaya asli suku Using yakni Desa Kemiren, kecamatan Glagah, dan kabupaten Banyuwangi. Wilayah desa Kemiren termasuk dari daerah daratan yang banyak sumber-sumber air atau yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai belik

2.3 Kehidupan Sosial, Agama dan Budaya Suku Osing
a).kehidupan sosial
Suku Using berbeda dengan Suku Bali dalam hal stratifikasi sosial. Suku Using tidak mengenal kasta seperti halnya Suku Bali, hal ini banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduknya. Profesi utama Suku Using adalah petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemda.
Suku Osing mempunyai Bahasa Osing yang merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno seperti halnya Bahasa Bali. Bahasa Osing berbeda dengan Bahasa Jawa sehingga bahasa Osing bukan merupakan dialek dari bahasa Jawa seperti anggapan beberapa kalangan[rujukan?]. kamus boso using
Macam-macam mata kerajinan  barang lainnya.
Dalam bermata pencaharian masyarakat suku Osing terdapat teknik-teknik dalam bermata pencaharian yaitu cara kerja yang dilakukan masyarakat suku Osing yaitu seperti dalam teknik pertanian yaitu membajak, dan pembasmian hama dan teknik dalam home industri yaitu menenun, dan mengukir.pencaharian masyarakat suku Osing yaitu dengan keadaan topografi daerah Banyuwangi terutama desa Kemiren yang cukup tinggi maka macam-macam mata pencaharian di masyarakat Kemiren adalah Pegawai Negeri, ABRI, Guru, Swasta, Pedagang, Petani, Peternak, Pertukangan, Buruh Tani, Pensiunan, Nelayan, Pemulung, Buruh Biasa, dan Buruh Jasa.
Macam-macam jenis hasil mata pencahariannya yaitu hasil pertanian yang terdiri dari atas padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kentang, tomat, bawang, kacang panjang, terong, timun, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat hasil perkebunan yang terdiri atas kelapa, kopi, cengkeh, randu, mangga, durian, pisang, rambutan, pepaya, apokat, jeruk, dan blimbing. Dan ada terdapat juga hasil perindustrian yang terdiri atas tenunan, atau plismet, ukir-ukiran, dan

b).
kehidupan agama
Pada awal terbentuknya masyarakat Using kepercayaan utama suku Using adalah Hindu-Budha seperti halnya Majapahit. Namun berkembangnya kerajaan Islam di pantura menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Using. Berkembangnya Islam dan masuknya pengaruh luar lain di dalam masyarakat Using juga dipengaruhi oleh usaha VOC dalam menguasai daerah Blambangan. Masyarakat Using mempunyai tradisi puputan, seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771 M.
c.budaya suku osing
Kesenian Suku Using sangat unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti kerabatnya suku bali dan suku tengger. Kesenian utamanya antara lain Gandrung, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyadari potensi budaya suku Using yang cukup besar dengan menetapkan desa Kemiren di kecamatan Glagah sebagai desa adat yang harus tetap mempertahankan nilai-nilai budaya suku Using. Desa kemiren merupakan tujuan wisata yang cukup diminati di kalangan masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya. Festival budaya dan acara kesenian tahunan lainnya sering diadakan di desa ini.
Pengetahuan tentang alam sekitar (dongeng, legenda mitos), pengetahuan tentang flora, makanan khas, obat-obatan.
Perlengkapan :
1. Perlengkapan berlindung :
  · Jenis rumah dan bentuk rumah : tikel balung, baresan, serocokan.
  · Bagian dan fungsi ruangan rumah : amperan, bale,/jerungan, pawon.
2. Perlengkapan alat mata pencaharian : teter, singkal, patuk sangkan, boding, atau parang,                 kilung                                                                 
3. Alat perlengkapan rumah tangga.
4. Alat perlengkapan dalam ritual keagamaan.
5. Alat transportasi meliputi mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut barang-barang   dan juga orang.      
6. Senjata : pedang, keris, cundrik, tolop, tolop sengkop.

2.4 Sikap Masyarakat osing Terhadap Modernisasi
Masyarakat suku osing sudah bisa menerima modernisasi dengan adanya Alat transportasi meliputi mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut barang-barang dan juga orang.
dan juga macam-macam mata pencaharian di masyarakat Kemiren adalah Pegawai Negeri, ABRI, Guru, Swasta, Pedagang, Petani, Peternak, Pertukangan, Buruh Tani, Pensiunan, Nelayan, Pemulung, Buruh Biasa, dan Buruh Jasa.

BAB III KESIMPULAN
Sejarah Suku Using diawali pada akhir masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Perang saudara dan pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam terutama Kesultanan Malaka mempercepat jatuhnya Majapahit.
          Suku Using terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur di Indonesia. Kabupaten ini terletak di wilayah ujung paling timur pulau Jawa.
          Profesi utama Suku Using adalah petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemda.
Masyarakat Using mempunyai tradisi puputan, seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771 M.
Kesenian Suku Using sangat unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti kerabatnya suku bali dan suku tengger. Kesenian utamanya antara lain Gandrung, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor.

DAFTAR PUSTAKA


LAMPIRAN-LAMPIRAN


(Rumah adat suku osing)


     Tarian khas suku Osing
 
Makana khas suku Osing
        (rujak soto)



Senjata khas suku Osing
   (cerulit)


Komentar